KOALISI NASIONAL POKJA DISABILITAS


Sejarah

Perjalanan Undang Undang No.8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas 

  • 13 Desember 2006, PBB mencanangkan UN Declaration no. 61/106.2006 Convention on the Right of Person with Disability (CRPD)

  • 17 Januari 2011 bertempat di gedung DNIKS, Jakarta, Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI), sebagai organisasi payung organisasi Penyandang Disabilitas di Indonesia membuat pertemuan bersama dengan Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia (HWPCI), PERTUNI, GERKATIN, PPUA PENCA, FKPCTI dan berbagai organisasi Penyandang Disabilitas lokal di Jakarta. Pada pertemuan tersebut, disepakati pembuatan surat rekomendasi yang ditujukan kepada Pemerintah dengan ditandatangani oleh semua perwakilan organisasi Penyandang Disabilitas yang hadir, berisi desakan dari Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas agar Pemerintah Indonesia (dalam hal ini Menkokesra), untuk ikut serta menandatangani pemberlakuan CRPD pada  kesempatan pertama yang dibuka oleh PBB bagi semua negara di dunia pada 30 Maret 2011. 

  • Berkat desakan DPO melalui surat rekomendasi tersebut, Menkokesra memandatkan Menteri Sosial RI-bersama dengan wakil berbagai negara di dunia menandatangani pemberlakuan CRPD pada tanggal 30 Maret 2011 di markas besar PBB, New York. Ketua Umum PPCI ikut hadir menyaksikan peristiwa bersejarah itu.

  • Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan tersebut, Pemerintah Indonesia bersama DPR RI meratifikasi CRPD pada tanggal 18 Oktober 2011. Kemudian, pada tanggal 10 November 2011 DPR dan Presiden mengundangkan Undang-Undang no 19 thn 2011 Tentang Pengesahan CRPD (Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas).

  • Ratifikasi tersebut didorong oleh adanya kebutuhan untuk mengganti UU no 4 tahun 1997 yang dipandang sudah tidak sesuai lagi. UU no 4 tahun 1997 berorientasi pada charity based, bukan right based. Selain itu, ragam disabilitas hanya mencakup disabilitas fisik, disabilitas intelektual, tidak termasuk penyandang disabilitas psikososial, bias gender, tidak mencantumkan sangsi, di samping masih ada sederet alasan lainnya.

  • UU no 19 tahun 2011 merupakan UU yang berorintasi pada hak asasi manusia. Akan tetapi, UU tersebut hanya mencantumkan prinsip-prinsip dan hak-hak penyandang disabilitas, tanpa mencantumkan langkah implementasinya, sanksi, serta siapa pihak yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan.. Oleh karena itu, maka dibutuhkan Undang-Undang baru yang implementatif. Hal inilah yang kemudian mendorong penyusunan RUU Penyandang Disabilitas sebagai bentuk domestikasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas.
     
  • Ada 3 lembaga yang menyusun RUU Penyandang Disabilitas baru, yakni KOMNAS HAM, PPDI dan HWDI. Ketiga lembaga ini menginisiasi draft RUU Penyandang Disabilitas dan mengawal itu sampai dengan penyerahan kepada Badan Legislasi.

  • Dikarenakan adanya kebutuhan pemenuhan hak penyandang disabilitas yang belum terwadahi pada draf RUU KOMNAS HAM maupun draf RUU KEMENSOS, maka PPDI berinisiatif untuk menyusun draf RUU versi masyarakat disabilitas. Oleh karena itu, pada April 2013, PPDI membentuk Kelompok Kerja (POKJA) hukum yang berfokus pada penyusunan RUU Penyandang Disabilitas.  Sebagai langkah awal, POKJA meminta Dr. Saharuddin Daming dari PERTUNI untuk menyusun draft RUU beserta Naskah Akademis. 

  • Awal Juni 2013, KOMNAS HAM mendapat undangan dari BALEGNAS DPR RI untuk menyerahkan draf RUU Penyandang Disabilitas. Saat itu, KOMNAS HAM mengajak PPDI untuk turut menyerahkan draf RUU versi PPDI pada waktu yang sama. Maka pada tanggal 13 Juni 2013, Komisioner KOMNAS HAM dan Ketua Umum PPDI menyerahkan draf RUU yang disusun oleh masing-masing lembaga kepada pimpinan BALEGNAS DPR RI.

  • POKJA RUU Penyandang Disabilitas PPDI bersama dengan berbagai DPO Nasional aktif mengadvokasi RUU melalui lobi dengan berbagai fraksi dan komisi DPR. POKJA RUU PPDI berhasil melakukan lobi 6 fraksi (Gerindra, PAN, PKS, Hanura, Demokrat, PKB) dan Komisi VIII DPR. Hasilnya, pada sidang Paripurna DPR tanggal 17 Desember 2013 draf RUU Penyandang Disabilitas disahkan sebagai salah satu prioritas RUU Inisiatif DPR dengan no urut 57 dari 66.

  • Setelah RUU Penyandang Disabilitas telah resmi dinyatakan masuk Prolegnas 2014, Pokja RUU Penyandang Disabilitas melakukan berbagai kegiatan advokasi guna mendorong pengesahan RUU Penyandang Disabilitas, yaitu: 
  1. Audiensi dengan Balegnas, MPR, DPD, Berbagai Komisi, serta Fraksi DPR

Audiensi dan pertemuan dengan berbagai fraksi DPR telah dilakukan guna menggalang dukungan terhadap RUU Penyandang Disabilitas. Lewat audiensi ini, Pokja RUU Penyandang Disabilitas menyampaikan urgensi dari pengesahan RUU Penyandang Disabilitas, sehingga para anggota fraksi bersedia memperjuangkan pengesahan RUU Penyandang Disabilitas pada sidang-sidang paripurna DPR. Fraksi yang pernah menerima Pokja RUU Penyandang Disabilitas, yaitu: 

  • Fraksi PAN
  • Fraksi PDIP
  • Fraksi GERINDRA
  • Fraksi GOLKAR
  • Fraksi Demokrat 
  • Fraksi PKB
  • Fraksi NASDEM
  • Fraksi PKS

  1. Audiensi dengan berbagai Kementrian

Kementerian merupakan pihak yang nantinya akan berperan dalam implementasi UU Penyandang Disabilitas. Oleh karena itu, Pokja RUU Penyandang Disabilitas juga melakukan audiensi dengan berbagai kementrian guna mensosialisasikan keberadaan RUU Penyandang Disabilitas, sekaligus memberikan informasi tentang tugas kementrian terkait sebagaimana tercantum dalam RUU penyandang Disabilitas.  Kementerian yang pernah menerima audiensi Pokja RUU Penyandang Disabilitas, yaitu: 

  • Kementrian Sosial
  • Kementrian Hukum dan HAM
  • Kementrian Tenaga Kerja
  • Kementrian Komunikasi dan Informasi
  • Kementrian Sekertaris Negara
  • Kementerian Keuangan 
  • Kementrian Perhubungan 
  • Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
  • Kementrian Kesehatan 
  • Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat
  • Kementrian Koordinator Perekonomian dan Kewirausahaan 
  • Badan Perencanaan dan Penganggaran Nasional  (Bappenas)
  • Kantor Staf Presiden (KSP)

  1. Penghimpunan masukan dari berbagai kelompok disabilitas untuk substansi RUU Penyandang Disabilitas
  • Kelompok Tunarungu: GERKATIN (16 dan 28 Januari 2014)
  • Kelompok Pemuda Disabilitas: Young Voices Indonesia (7 Februari 2014)
  • Kelompok Lepra: GPDLI (10 Februari 2014)
  • Kelompok Disabilitas Intelektual: PORTADIN, PORTAS, Rumah Autis, FNKDI (11 Februari 2014)

  1. Workshop Nasional 

Workshop dilakukan untuk menghimpun masukan tentang substansi RUU Penyandang Disabilitas dari perwakilan DPO di seluruh Indonesia. 

  • Workshop Nasional di Yogyakarta dihadiri oleh DPO sejawa, 20-21 April 2014
  • Workshop Nasional di Hotel JS Luwansa, Jakarta, 6-8 Mei 2014
  • Workshop Nasional di Makassar, 14-16 Juli 2014

  1. Konsignering
  • Konsignering internal Pokja RUU Disabilitas, menyusun kembali struktur dan substansi RUU Penyandang Disabilitas di Hotel JS Luwansa, 30 April-2 mei 2014
  • Konsignering dengan perwakilan DPO Yogya dan Komnas HAM, mendiskusikan substansi RUU Penyandang Disabilitas, di Hotel Sultan, Bogor, 17-19 Juli 2014
  • Konsignering dengan anggota Baleg di Hotel Double Tree, Jakarta, 6-8 Agustus 2014.
  • FGD dengan Tenaga Ahli Komisi VIII DPR RI, meningkatkan pemahaman dan memperkaya perspektif disabilitas bagi para Tenaga Ahli  Komisi VIII DPR RI, di Hotel Asana Kawanua, Jakarta, 25-26 Mei 2015
  • Konsignering internal Pokja RUU Disabilitas, membahas DIM Pemerintah, 8-9 Januari 2016

  1. Peluncuran Petisi
  • Petisi Online di Change.org tentang Percepatan Pembahasan RUU Penyandang Disabilitas, 3 Agustus 2015. Petisi  memperoleh 10.000 pendukung. 
  • Penandatanganan petisi pada spanduk putih di Komnas HAM, mendorong percepatan pembahasan RUU Penyandang Disabilitas, 13 Agustus 2015
  • Petisi Tolak Kemensos sebagai Leading Sector dan Bentuk Panja untuk Pembahasan RUU Penyandang Disabilitas, 19 Oktober 2015. Petisi memperoleh dukungan dari 60 DPO, NGO, dan CSO yang mendukung isu disabilitas di seluruh Indonesia. 

  1. Dialog Publik dan Konferensi Pers
  • Dialog Publik Visi Misi Capres Cawapres tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas, 25 Juni 2014
  • Konferensi Pers Menolak Draft RUU Penyandang Disabilitas 106 pasal versi Setjen PUU DPR RI, 29 April 2015
  • Konferensi Pers dan penandatanganan petisi  di Komnas HAM, 13 Agustus 2015
  • Konferensi pers pada Roadshow Uji Layanan Transportasi Publik Commuterline di Stasiun Jakarta Kota, 17 September 2015
  • Konferensi Pers Penyandang Disabilitas Indonesia Menagih Janji Pemilu Jokowi, 4 Februari 2016

  1. Aksi Massa 

Dalam beberapa situasi, upaya seperti audiensi dan dialog tidak efektif untuk dilakukan. Maka, pada saat seperti itu, Pokja RUU Penyandang Disabilitas juga melakukan aksi massa guna memberikan tekanan yang lebih kuat kepada pemerintah dan DPR agar dapat melakukan tindakan-tindakan konkret terhadap pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. 

  • Aksi Massa Persyaratan SNMPTN yang Diskriminatif, 12 Maret 2014
    Aksi ini dilakukan karena adanya persyaratan yang mendiskriminasi penyandang disabilitas pada pendaftaran SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) 2014. Dalam persyaratan pendaftaran disebutkan bahwa pendaftar tidak tunanetra, tidak tunarungu, tidak memiliki hambatan mobilitas, dan tidak buta warna. Pokja RUU Penyandang Disabilitas bersama sekitar 70 penyandang disabilitas berorasi di depan gedung Kementrian Pendidikan RI, menuntut penghapusan persyaratan diskriminatif tersebut. 

  • Karnaval Budaya Disabilitas, 18 Agustus 2015
    Karnaval Budaya Disabilitas merupakan puncak dari Aksi Bergerak untuk Disabilitas yang telah dimulai sejak peluncuran petisi online di change.org pada 3 Agustus 2015, menuntut percepatan pembahasan RUU Penyandang Disabilitas. Karnaval Budaya Disabilitas diikuti oleh 400 penyandang disabilitas  yang melakukan pawai dari Patung Kuda Monas menuju Bundaran HI. 

  • Roadshow Uji Layanan Transportasi Publik Commuterline dan Trans Jakarta, 17 September 2015
    Aksi ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Perhubungan Nasional tanggal 17 September, mengingatkan pemerintah—khususnya Kementerian Perhubungan—bahwa masyarakat penyandang disabilitas juga memiliki hak untuk dapat mengakses layanan transportasi public. Sebanyak 100 penyandang disabilitas menguji aksesibilitas mulai dari Stasiun Cikini menuju Stasiun Jakarta Kota. Setelah melakukan Konferensi Pers di Stasiun Jakarta Kota, seluruh peserta melanjutkan perjalanan menuju gedung Kementerian Perhubungan dengan menggunakan bus Trans Jakarta. 

  • Aksi Damai di depan kantor Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 10 Februari 2016
    Aksi ini dilakukan dalam rangka menuntut dimuatnya pasal terkait Komisi Nasional Disabilitas (KND) dalam batang tubuh RUU Penyandang Disabilitas. Aksi dilakukan oleh 100 penyandang disabilitas yang berorasi di depan kantor Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, yang kemudian berlanjut dengan audiensi dengan beberapa perwakilan Kemenpan-RB di ruang serbaguna gedung Kemenpan-RB.



  1. Perubahan pada substansi RUU Penyandang Disabilitas
    • RUU mengalami perubahan struktur dibandingkan draft awal. Draft RUU Penyandang Disabilitas yang diserahkan ke BALEGNAS DPR RI pada tanggal 13 Juni 2013 terdiri dari 28 Bab dan 432 pasal. Menurut pendapat BALEGNAS DPR RI dan sekjen DPR, jumlah pasal dalam RUU  harus dipersingkat, yakni sekitar 200 pasal. Selain itu, struktur RUU perlu disesuaikan dengan struktur UU di Indonesia pada umumnya, agar lebih mudah dipahami oleh pembacanya. Setelah melalui proses konsignering berkali-kali, akhirnya draft RUU Penyandang Disabilitas yang kembali diserahkan ke DPR dan dibahas pada Prolegnas 2015 yaitu draft RUU berjumlah 251 pasal. Selanjutnya, Panja RUU Penyandang Disabilitas Komisi VIII DPR RI membahas RUU Penyandang Disabilitas dalam sidang-sidang DPR, yang ketika disahkan pada 17 Maret 2016, UU Penyandang Disabilitas memiliki 153 pasal. 
    • Naska akademis yang semula terdiri dari 6 Bab dan 142 Halaman juga telah di tulis ulang menjadi 5 Bab dan 40 Halaman.
    • Sejak awal penyusunan hingga draft terakhir, RUU penyandang disabilitas telah mengalami 11 kali perubahan. Perubahan tersebut terkait dengan  perubahan struktur perubahan pasal dan ayat, termasuk Penambahan, Pengurangan, Pemindahan, Penghapusan pasal dan ayat.

  2. Perubahan Persepsi Anggota DPR tentang RUU Penyandang Disabilitas
    • Anggota DPR RI tidak tahu tentang banyaknya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dalam masyarakat. Hal ini mungkin dikarenakan anggota DPR tersebut tidak memiliki keluarga atau kerabat penyandang disabilitas. Tetapi melalui dialog, testimoni, serta kumpulan klipping berita dari berbagai koran, akhirnya anggota DPR memahami adanya diskriminasi dan pengabaian hak-hak penyandang disabilitas dalam kehidupan masyarakat.
    • Anggota DPR tidak memahami mengapa penyandang disabilitas melalui POKJA PPDI mengajukan RUU Penyandang disabilitas, padahal tidak ada UU yang mendiskriminasi penyandang disabilitas. Tetapi pada akhirnya, anggota DPR berbalik mendukung RUU dan mengatakan bahwa usulan RUU baru harus memuat semua kenginan penyandang disabilitas dan jangan sampai ada yang terlewatkan.
    • Pada awalnya, anggota DPR mempertanyakan perihal konsesi, yaitu keringanan biaya yang diberikan oleh negara dan swasta kepada kelompok lansia dan penyandang disabilitas  sebagai upaya dan wujud penghormatan dan perlindungan oleh negara. Konsensi sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara seperti  Malaisya, Thailand, Philipina, Hongkong, India dan lain-lain. Setelah memahami hal tersebut, pihak DPR pun mendukung. 
    • Keberadaan Komisi Nasional Disabilitas Indonesia (KNDI)  semula diabaikan oleh anggota DPR. Namun, saat mereka melakukan kunjungan daerah, mereka  mendengar masukan dari Penyandang Disabilitas di daerah. Ditambah lagi, informasi mengenai fakta bahwa berbagai negara telah memiliki KND  seperti Malaisya, Thailand, Philipina, Hongkong, India, dan lain-lain. Maka, anggota DPR pun mendukung. 

  3. Aksi Massa “Persyaratan SNMPTN yang Diskriminatif”
    Pada pendaftaran SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) 2014, tertera berbagai persyaratan yang mendiskriminasi penyandang disabilitas, yaitu pendaftar tidak tunanetra, tidak tunarungu, tidak memiliki hambatan mobilitas, dan tidak buta warna. Hal ini menghambat para penyandang disabilitas yang akan mengikuti SNMPTN 2014. Menyikapi hal ini, Pokja RUU Penyandang Disabilitas bersama 70 penyandang disabilitas untuk berorasi dan melakukan aksi massa di depan gedung Kementerian Pendidikan pada tanggal 12 April 2014. Setelah berorasi cukup lama, barulah akhirnya penyandang disabilitas dipersilakan masuk  gedung Kementrian Pendidikan dan berdialog dengan beberapa orang dirjen.
     
    Selang beberapa hari  setelah aksi massa tersebut, Ombudsman mengundang perwakilan organisasi penyandang disabilitas dan Panitia SNMPTN 2014 yang terdiri dari rector-rektor dari berbagai PTN dalam sebuah pertemuan. Setelah pertemuan tersebut,  akhirnya persyaratan pendaftaran SNMPTN yang diskriminatif tersebut dihapuskan, kemudian Panitia SNMPTN 2014 pun memberikan perpanjangan waktu selama 2 minggu bagi penyandang disabilitas yang ingin ikut mendaftar. 

  4. Dipilihnya draft RUU Penyandang Disabilitas 251 pasal untuk dibahas dalam Panja RUU Penyandang Disabilitas Komisi VIII DPR RI. 
    Tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang mengejutkan, PUU Setjen DPR RI Sebagai legal drafter menggantikan posisi Baleg DPR RI sesuai ketentuan MD3 DPR pada tanggal 4 April dan 23 April 2015 mempresentasikan draf RUU Penyandang Disabilitas versi 106 Pasal pada sidang RDP Komisi VIII. Pokja RUU Penyandang Disabilitas segera menyikapi kejadian ini dengan menggelar konferensi pers guna mempublikasikan kekurangan dari draft 106 pasal tersebut yang masih bernuansa charity dan sama sekali tidak mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas di Indonesia. Sebagai dampaknya, akhirnya Komisi VIII DPR tetap memilih draft RUU Penyandang Disabilitas versi masyarakat yang berjumlah 251 pasal untuk dibahas dalam sidang-sidang Komisi VIII DPR RI. 

  5. Percepatan Pembahasan RUU Penyandang Disabilitas 
    Pada 18 Agustus 2015, diadakan Aksi Damai “Karnaval Budaya Disabilitas” yang diikuti oleh 400 penyandang disabilitas, serta perwakilan NGO dan CSO yang mendukung isu penyandang dsabilitas. Karnaval Budaya Disabilitas merupakan puncak dari rangkaian kegiatan Aksi Bergerak untuk Disabilitas yang dilaksanakan sejak tanggal 27 Juli 2015 sampai 18 Agustus 2015 dalam rangka mendorong percepatan pembahasan RUU Penyandang Disabilitas. Sebelum Karnaval Budaya Disabilitas, rangkaian Aksi Bergerak untuk Disabilitas juga telah meluncurkan Petisi Online melalui Change.org  pada tanggal 3 Agustus 2015 yang memperoleh 10.000 pendukung. Selanjutnya, dilakukan pula penandatanganan petisi secara offline di atas banner dalam konferensi pers yang diselenggarakan tanggal 13 Agustus 2015 di Komnas HAM. 

    Rangkaian Aksi Bergerak untuk Disabilitas memberikan dampak yang cukup signifikan bagi percepatan pembahasan RUU Penyandang Disabilitas. Banyaknya media yang meliput rangkaian Aksi Bergerak untuk Disabilitas, khususnya Karnaval Budaya Disabilitas, ternyata cukup efektif untuk mendorong kinerja para anggota DPR, hingga RUU Penyandang Disabilitas dapat disahkan 7 bulan kemudian—yakni pada 17 Maret 2016. 

  6. MOU dengan Kementrian Tenaga Kerja 
    Pada tanggal 11 Desember 2015, diadakan Penandatanganan MOU antara Kementrian Tenaga Kerja dan Kementrian BUMN terkait penempatan tenaga kerja disabilitas di lembaga/instansi pemerintah. Kegiatan ini merupakan hasil advokasi Pokja RUU Penyandang Disabilitas. Setelah audiensi dengan Menaker RI pada bulan Maret 2015, Menaker berkirim surat kepada Mentri BUMN RI untuk menindaklanjuti usulan Pokja terkait penempatan tenaga kerja disabilitas. Kemudian, sebagai bentuk komitmen Menaker pun melakukan MOU dengan Kementrian BUMN pada 11 Desember 2015.  

  7. Dimuatnya pasal tentang KND  pada UU Penyandang Disabilitas yang baru.
    Pada tanggal 10 Februari 2016, diadakan Aksi Damai di depan gedung Kemenpan-RB. Sepanjang tahun 2015, Pokja RUU Penyandang Disabilitas telah mengirimkan 4 surat permohonan audiensi kepada Kemenpan-RB, namun tidak satupun surat yang mendapat tanggapan. Padahal, pertemuan dengan Menpan-RB merupakan langkah penting untuk memastikan dimuatnya pasal-pasal terkait pembentukan KND. Karena ketiadaan tanggapan tersebutlah, maka Pokja RUU Disabilitas berinisiatif melakukan aksi di depan GD. Kemenpan-RB guna mendesak isu KND pada RUU disabilitas.  Aksi dimulai pukul 10:00 wib dengan berorasi di depan gedung Kemenpan-RB. Kemudian, seluruh penyandang disabilitas dipersilakan memasuki ruang serba guna Kemenpan-RB dan menyampaikan aspirasi tentang RUU disabilitas, khususnya terkait KND.

    Pada awalnya Menpan-RB berpendapat bahwa amanah pembentukan KND sebaiknya tidak perlu dicantumkan dalam undang-undang Hal inilah yang menjadi alasan pihak Kemenpan-RB tidak pernah mengirimkan wakilnya untuk menghadiri sidang- sidang Komisi VIII. Namun berkat dorongan Aksi Damai yang dilakukan di depan gedung Kemenpan-RB tersebut, pasal tentang pembentukan KND akhirnya dicantumkan dalam UU Penyandang Disabilitas yang disahkan tanggal 17 Maret 2016.